1.Bawang Merah dan Bawang Putih
Pada
zaman dahulu, ada sebuah keluarga kecil yang hidup bahagia. Keluarga tersebut
terdiri dari ayah, ibu, dan seorang gadis cantik bernama bawang putih. Mereka
adalah keluarga yang harmonis dan bahagia meskipun sang ayah hanya bekerja sebagai
seorang pedagang biasa. Suatu hari, kebahagiaan yang ada di dalam keluarga
tersebut hilang karena sang ibu meninggal. Bawang putih sangat sedih karena ia
sangat menyayangi ibunya, begitu juga sang ayah yang sangat sedih karena sang
istri telah meninggal.
Setelah
ibu bawang putih meninggal, rumahnya sering dikunjungi oleh seorang janda yang
mempunyai anak bernama bawang merah. Ibu bawang merah sering datang ke rumah
bawang putih dan membawakan makanan, membantu membersihkan rumah, dan mengobrol
dengan ayah bawang putih. Akhirnya, ayah bawang putih berpikir bahwa sebaiknya
ia menikah dengan janda tersebut dan menjadikannya sebagai ibu baru untuk
bawang putih.
Ia
meminta usul dan pertimbangan dari bawang putih. Setelah diizinkan untuk
menikah oleh bawang putih, maka sang ayah segera melaksanakan pernikahan dengan
ibu bawang merah. Mereka menjadi sebuah keluarga baru dan tinggal di rumah
tersebut. Pada awalnya, ibu bawang merah dan bawang merah sangat baik terhadap
bawang putih. Namun, perilaku baik tersebut tidak bertahan lama. Lama-kelamaan
bawang merah dan ibunya mulai menunjukkan sikap buruk mereka. bawang putih
sering dimarah dan diberikan pekerjaan berat ketika sang ayah pergi berdagang.
Ia harus mengerjakan banyak pekerjaan rumah sementara bawang merah hanya duduk
dan tidak bekerja sama sekali. Namun, keadaan tersebut tidak pernah diceritakan
olehnya kepada sang ayah, sehingga bawang putih terus diperlakukan secara buruk
oleh bawang merah dan ibunya.
Pada
suatu hari sang ayah sakit dan meninggal dunia. Sejak saat itu, bawang merah
dan ibunya memperlakukan bawang putih semakin buruk. Bawang putih hampir
tidak pernah istirahat setiap hari. di pagi hari, ia harus bangun untuk
mempersiapkan air dan sarapan bagi bawang merah dan ibunya. Kemudian, ia juga
harus member makan ternak, mencuci baju, dan bahkan menyirami seluruh kebun.
Meskipun pekerjaan yang harus ia kerjakan begitu banyak, namun bawan putih
melakukan semua itu dengan gembira. Ia berharap, dengan keikhlasan tersebut,
sang ibu mau menyayanginya dengan tulus dan menganggapnya sebagai anak kandung.
Pada
suatu pagi, bawang putih pergi ke sungai untuk mencuci baju. Dia begitu gembira
dan mencuci dengan penuh semangat. Karena terlalu semangat, ia tidak sadar
bahwa ada sebuah baju yang hanyut. Ia menyadari bahwa baju tersebut hanyut
ketika telah terbawa aliran yang cukup jauh. Kemudian, ia mengejarnya dan tidak
mendapatkan baju tersebut. Ia merasa putus asa dan segera pulang ke rumah.
Baju
tersebut merupakan baju kesayangan ibu bawang merah. Tentu saja, sang ibu marah
dan menyuruhnya untuk mencari baju tersebut hingga ditemukan. Bawang putih
kembali lagi ke sungai dan berjalan ke arah barat untuk mencari baju kesayangan
ibunya. Ia berjalan menyusuri aliran sungai hingga puluhan kilometer. Setelah
itu, bawang putih tiba-tiba melihat seseorang yang sedang memandikan kerbau di
sungai. Ia bertanya kepada orang itu mengenai baju yang hanyut. Kemudian, ia
mendapat informasi bahwa baju ibu bawang merah hanyut namun baju tersebut
tidaklah jauh dari tempatnya berdiri. Saat itu juga, bawang putih segera
berlari menyusuri sungai untuk menemukan baju tersebut.
Hari
semakin gelap dan bawang putih menemukan sebuah rumah. Karena sangat lelah, ia
memutuskan untuk beristirahat sejenak di rumah tersebut. Ternyata, di dalamnya
tinggal seorang nenek yang sebelumnya sudah menemukan baju milik ibu bawang
putih. Sang nenek ingin mengembalikan baju tersebut kepada bawang putih, dengan
syarat bawang putih harus menemaninya selama seminggu. Bawang putih begitu iba
dengan nenek tersebut, dan ia setuju untuk tinggal bersama sang nenek selama
seminggu. Dalam waktu satu minggu, ia membuat nenek tersebut amat gembira
karena bekerja dengan rajin dan tidak pernah mengeluh.
Setelah
bawang putih menemani sang nenek selama seminggu, ia diberikan satu buah labu
sebagai hadiah. Ketika membuka labu tersebut, ia sangat terkejut karena
didalamnya terdapat emas dan permata yang begitu banyak. Ia segera pulang dan
memberitahukan kejadian tersebut kepada sang ibu dan juga bawang merah. Namun,
emas dan permata yang ia dapatkan segera direbut dan ia dipaksa untuk
memberitahukan dimana perhiasan tersebut dapat diperoleh. Bawang putih segera
mengatakan bahwa ia mendapatkannya dari seorang nenek yang tinggal di dekat
sungai.
Esok
hari, bawang merah datang ke rumah nenek tersebut dan tinggal selama satu
minggu. Namun, karena bawang merah adalah gadis yang malas, maka sang nenek
memberikannya labu yang berbeda dari bawang putih. Bawang merah tidak peduli
dan ia segera pulang dan membuka labu tersebut bersama ibunya. Ternyata, isi
labu tersebut bukanlah permata atau emas, namun ular berbisa yang menggigit
bawang merah dan ibunya. Kedua orang tersebut meninggal karena keserakahannya.
Bawang
putih kini hidup sendiri namun ia lebih tenang karena tidak ada lagi orang yang
menganggunya. Ia hidup bahagia dengan emas dan permata yang dimilikinya.
2. Keong Mas
Pada zaman dahulu, hiduplah seorang
pemuda yang bernama Galoran. Ia merupakan salah satu orang yang disegani karena
mempunyai kekayaan dan kehormatan. Orang tuanya merupakan bangsawan sehingga ia
dapat hidup dengan mewah. Namun, ia merupakan seseorang yang sangat boros dan
setiap hari hanya menghambur-hamburkan harta orang tuanya.
Suatu hari, orang tuanya meninggal
dunia namun ia tidak peduli dan terus menghabiskan uang seperti sebelumnya.
Karena hidupnya begitu boros, maka harta yang ia miliki habis dan ia menjadi
seorang pengangguran. Banyak warga yang iba terhadapnya, namun setiap kali ia
mendapatkan pekerjaan, ia hanya bermalas-malasan dan membuat ia sering dipecat.
Beberapa bulan kemudian, terdapat seorang janda kaya raya yang tertarik
dengannya. Ia kemudian menikah dengan janda tersebut. Tentu saja, ia sangat
senang karena bisa hidup mewah seperti sebelumnya.
Janda tersebut mempunyai seorang
anak perempuan yang sangat rajin dan pandai menenun. Namanya Jambean,
seorang gadis yang tenunannya sangat indah dan terkenal di desa tersebut.
Namun, Galoran tidak menyukai gadis tersebut, karena sang gadis selalu
menegurnya karena selalu bermalas-malasan. Karena begitu benci dengan Jambean,
ia mengancam akan menyiksa dan membunuhnya. Ia mengungkapkan rencana tersebut
kepada istrinya dan sang istri sangatlah sedih mendengar ancaman tersebut.
Mendengar berita tersebut, Jambean
sangat sedih namun ia merelakan dirinya dibunuh oleh sang ayah. Ia berpesan
ketika ia telah meninggal, ia ingin agar mayatnya dibuang ke sebuah bendungan
dan jangan dikubur di dalam tanah. Setelah meninggal, sang ibu memenuhi
permintaan tersebut dengan membawa mayatnya ke bendungan dan menceburkannya. Di
dalam bendungan, tubuh dan kepalanya berubah menjadi udang dan siput atau
disebut sebagai keong dalam bahasa jawa.
Beberapa tahun kemudian, dua orang
janda sedang mencari kayu bakar. Mereka adalah kakak beradik dengan nama Mbok
Rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembagil. Ketika sedang mencari kayu di hutan,
mereka sangat terkejut karena menemukan keong dan siput yang berwarna emas
serta sangat indah. Keduanya kemudian membawa keong dan siput tersebut untuk
dipelihara di rumah.
Setelah mereka membawa siput
tersebut dan menjadikannya sebagai hewan peliharaan, selalu ada keajaiban
setiap hari. Dapur mereka selalu dipenuhi makanan lezat ketika mereka pulang
dari bekerja. Mereka sangat heran, dan mereka ingin mengetahui siapa orang yang
selalu membuat makanan lezat tersebut. Mereka berpura-pura pergi bekerja dan
bersembunyi di belakang rumah. Beberapa saat kemudian, muncullah seorang gadis
cantik dari dalam keong tersebut dan ia mulai memasak makanan-makanan lezat.
Kedua janda tersebut kemudian secara
diam-diam memegang gadis tersebut dan tidak membiarkannya lagi untuk masuk ke
dalam keong. Gadis itu ternyata adalah Jambean yang telah dibunuh oleh ayahnya.
Kedua janda tersebut kemudian mengizinkan Jambean untuk tinggal bersama mereka.
Karena kepandaiannya dalam menenun, ia sangat terkenal dan seorang pangeran
tampan tertarik kepadanya. Pada akhirnya, ia menikah dengan pangeran dan hidup
bahagia.
3. Sejarah Kota Bandung Asal-Usul Nama Bandung
KATA “Bandung” berasal dari kata bendung atau bendungan
karena terbendungnya sungai Citarum oleh lava Gunung Tangkuban Perahu yang
kemudian membentuk telaga.
Menurut mitos, nama “Bandung”
diambil dari sebuah kendaraan air yang terdiri dari dua perahu yang diikat
berdampingan yang disebut perahu bandung yang digunakan oleh Bupati Bandung,
R.A. Wiranatakusumah II, untuk melayari Ci Tarum (Sunda: Ci = Cai = Air =
Sungai) dalam mencari tempat kedudukan kabupaten yang baru untuk
menggantikan ibukota yang lama di Dayeuhkolot.
Kota Bandung merupakan kota
metropolitan terbesar di wilayah Jawa Barat yang menjadi ibu kota Provinsi Jawa
Barat.
Kota Bandung juga merupakan kota
terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya.
Julukan
Kota Kembang
Kota Bandung dijuluki Kota
Kembang. Dalam buku Wajah Bandoeng Tempo Doeloe, sejarahwan Haryoto
Kunto menulis, kembang yang dimaksud ialah Kembang Dayang yang
dalam bahasa Sunda sama dengan WTS (Wanita Tunasusila) atau PSK (Pekerja Seks
Komersial).
Istilah kota kembang berasal
dari peristiwa yang terjadi tahun 1896 saat Bestuur van de Vereninging van
Suikerplanters (Pengurus Besar Perkumpulan Pengusaha Perkebunan Gula) yang
berkedudukan di Surabaya memilih Bandung sebagai tempat penyelenggaraan
kongresnya yang pertama.
Sebagai panitia kongres, Tuan
Jacobmendapat masukan dari Meneer Schenk agar menyediakan ‘kembang-kembang’
berupa "noni cantik" Indo-Belanda dari wilayah perkebunanPasirmalang
untuk menghibur para pengusaha gula tersebut.
Setelah kongres, para tamu
menyatakan sangat puas. Kongres dikatakan sukses besar. Dari mulut peserta
kongres itu kemudian keluar istilah dalam bahasa Belanda De Bloem der
Indische Bergsteden atau ‘bunganya’ kota pegunungan di Hindia Belanda.
Dari situ muncul julukan kota Bandung sebagai kota kembang.
Julukan
Parijs van Java
Dalam buku Otobiografi Entin
Supriatin, Deritapun Dapat Ditaklukan. Mitra Media Pustaka. Bandung
(2006) disebutkan, Bandung dikenal dengan sebutan Parijs Van
Java atau Paris-nya Pulau Jawa.
Mungkin mengira istilah itu muncul
dari keindahan kota Bandung sama dengan keindahan kota Paris. Padahal bukan
itu. Sebenarnya, istilah Parijs van Java muncul karena pada waktu itu di
Jalan Braga terdapat banyak toko yang menjual barang-barang produksi Paris,
terutama toko pakaian.
Toko yang terkenal diantaranya
adalah toko mode dan pakaian, Modemagazinj ‘au bon Marche’ yang menjual
gaun wanita mode Paris.
Ada juga restoran yang makanan khas
Paris Maison Bogerijen yang menjadi tempat santap para pejabat dan
pengusaha Hindia Belanda atau Eropa. Dari situlah muncul julukan lain bagi kota
Bandung sebagai Parijs van Java.
Julukan
Kota Belanja
Selain itu, kota Bandung juga
dikenal sebagai kota belanja, dengan mall dan factory outlet (FO) yang banyak
tersebar di kota ini.
Tahun 2007, British Council
menjadikan kota Bandung sebagai pilot project kota terkreatif se-Asia
Timur.
Saat ini kota Bandung merupakan salah satu kota tujuan utama
pariwisata dan pendidikan.
Kilas
Sejarah Kota Bandung
Tahun 1896 Bandung belum menjadi
kota tetapi hanya “kampung”. Penduduknya yang terdata 29.382 orang, sekitar
1.250 orang berkebangsaan Eropa, mayoritas orang Belanda.
Saat itu Bandung hanyalah desa udik
yang belepotan lumpur, bahkan Jalan Braga yang kemudian melegenda di Bandung
masih berupa jalan tanah becek bertahi sapi dan kuda.
Kota Bandung mulai dijadikan sebagai kawasan pemukiman sejak
pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, melalui Gubernur Jenderalnya waktu itu
Herman Willem Daendels, mengeluarkan surat keputusan tanggal 25 September
1810 tentang pembangunan sarana dan prasarana untuk kawasan ini. Dikemudian
hari peristiwa ini diabadikan sebagai hari jadi kota Bandung.
Kota Bandung secara resmi mendapat status gemeente (kota) dari Gubernur Jenderal J.B. van Heutsz pada tanggal 1 April 1906 dengan luas wilayah waktu itu sekitar 900 ha, dan bertambah menjadi 8.000 ha di tahun 1949, sampai terakhir bertambah menjadi luas wilayah saat ini.
Pada masa perang kemerdekaan, pada 24 Maret 1946, sebagian kota ini di bakar oleh para pejuang kemerdekaan sebagai bagian dalam strategi perang waktu itu. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Bandung Lautan Api dan diabadikan dalam lagu Halo-Halo Bandung. Selain itu kota ini kemudian ditinggalkan oleh sebagian penduduknya yang mengungsi ke daerah lain.
Sebutan Bandung Lautan Api kini digunakan sebagai nama stadion bertaraf internasional di kawasan Gedebage, wilayah timur kota Bandung: Stadion Gelanggang Olahraga Bandung Lautan Api (GBLA).